Penjual Ingin Ambil Paksa Tanah yang Telah Dijualnya Sebelum Levering

06/04/2024

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

PERTANYAAN:

Assalamu’alaikum Ibu/bapak lawyer, saya ingin bertanya terkait rumah dan tanah.

Tahun 2001, orang tua saya membeli rumah beserta tanah (luas 200m) dengan harga 6 emas hanya di atas kertas segel tanpa melalui notaris. Kendala saat ini, penjual ingin mengambil rumah & tanah ini dengan cara mengembalikan 6 emas yang kami bayarkan pada tahun 2001 tersebut.

Rincian Permasalahannya sebagai berikut: (1) Rumah dan tanah tersebut tergabung dalam 1 sertifikat induk, di mana nama pemilik terdiri dari 7 orang yaitu: Penjual dan 6 saudara-saudarinya; (2) Pembelian rumah dan tanah tersebut hanya di atas kertas segel yang ditanda tangani oleh penjual, orang tua saya, saksi, dua saudara dari penjual dan perangkat desa pada tahun 2001 (tidak melalui notaris karena minimnya pengetahuan orang tua saya saat itu); (3) Rumah dan tanah yang dijual kepada orang tua saya adalah hanya bagian milik penjual saja dan dijanjikan akan mendapatkan sertifikatnya 6 bulan setelah pembelian; namun hingga saat ini sertifikat belum kami dapatkan karena kendala pemecahan sertifikat induk; (4) Salah satu nama dalam sertifikat induk melakukan pergantian nama (misal dari nama riski menjadi hartanto) di tahun 199x, tanpa melakukan pengurusan ke dukcapil sehingga nama di akta, ijazah, dan ktp berbeda. Hal inilah yang mengakibatkan sertifikat induk tersebut belum bisa dipecah karena belum melakukan sidang di pengadilan; (5) Penjual ingin mengambil kembali rumah dan tanah ini dengan cara mengembalikan 6 emas yang dibayarkan oleh orang tua saya dulu, sehingga dengan sengaja tidak melakukan sidang perubahan nama di pengadilan; (6) Saya sudah berusaha mendesak penjual agar mengurus sidang perubahan nama saudaranya tersebut di pengadilan, namun selalu mengelak melakukan perubahan nama tersebut dengan berbagai macam alasan; (7) Penjual dan keluarga besarnya kerap melakukan bullying verbal kepada keluarga kami, agar kami pindah. Bahkan dengan lantang mengucapkan akan mengusir kami dari rumah ini jika nanti orang tua kami sudah tidak berdaya.

Pertanyaan saya, apakah masih ada harapan agar kami mendapatkan hak kami ini? kalau ada, bagaimana caranya? Kami sekeluarga sejujurnya sudah tidak tahan berada di sini, namun jika kami menyerah dan menerima uang tersebut kembali, uang tersebut tidak cukup untuk membeli rumah kecil baru. (jumlah uang yang akan dikembalikan oleh penjual adalah 100 juta)

Terima kasih telah menyampaikan permasalahan hukum Anda ke TanyaLawyer. Untuk menjawab pertanyaan Saudara/i, ada beberapa istilah hukum yang penting untuk Anda pahami:

  1. Benda Bergerak dan Tidak Bergerak
  2. Levering

Definisi Benda Bergerak dan Tidak Bergerak

Dalam bukunya berjudul “Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda”, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. menerangkan definisi barang tak bergerak dan barang bergerak (onroerend en roerend goed).[1]

Bahwa perincian dari keduanya, disebutkan dalam Burgelijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 504, dan penjelasannya ada pada pasal 506-518.

Menurut Pasal-pasal 506, 507, dan 508—ada tiga golongan barang-barang tak bergerak, yaitu:

  1. Barang yang bersifat tak bergerak (uit haar aard). Misalnya: Tanah dan segala sesuatu yang melekat di atasnya, seperti pohon-pohon (wortelvast) atau tumbuh-tumbuhan kecil (takvast);
  2. Barang yang ditujukan supaya menjadi satu, oleh karena dipakai terus menerus dengan barang-barang tak bergerak (door bes temming). Misalnya: Segala mesin-mesin dari suatu pabrik,yang dimaksudkan supaya terus berada di situ untuk dipergunakan dalam menjalankan pabrik;
  3. Beberapa hak-hak atas barang-barang tak bergerak yang tersebut di atas. Seperti: Hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak bergerak, dan lain-lain.[2]

Sedangkan untuk benda bergerak terdapat dua golongan, menurut Pasal-pasal 509, 510, dan 511 KUH Perdata:

  1. Barang-barang yang bersifat bergerak dalam arti, barang tersebut dapat dipindahkan tempatnya (verplaatsbaar). Misal: Meja atau yang dapat berpindah dengan sendirinya, ternak;
  2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang menurut Pasal 511 KUH Perdata, berwujud hak-hak atas benda bergerak. Misalnya: Hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas benda bergerak, hak pemakaian (gebruik) atas benda bergerak, dan lain-lain.[3]

Definisi Levering

Merupakan cara memperoleh hak milih yang penting dan yang paling sering terjadi dalam masyarakat. Penyerahan ini merupakan “lembaga” hukum yang hanya dikenal khusus dalam sistem hukum Perdata, khususnya keperdataan di Indonesia.

Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud levering adalah: Penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu.[4]

Dalam sistem hukum perdata yang lain—Perancis misalnya, mereka tidak mengenal lembaga penyerahan ini. Jadi, dalam jual-beli, di sana dengan adanya perjanjian jual-beli itu saja maka haknya sudah beralih, tanpa perlu adanya levering atau penyerahan. Sedangkan menurut sistem hukum dalam KUH Perdata (di Indonesia), dalam perjanjian jual-beli harus diikuti penyerahan supaya terjadi perpindahan hak.

Tanpa Levering: Jual Beli Sah, Namun Hak Milik Belum Beralih

Berdasarkan permasalahan hukum yang saudara/i ceritakan, kami memahami bahwa: (1) telah ada perjanjian jual beli benda tidak bergerak berupa tanah seluas 200m2 (dua ratus meter persegi) secara tertulis dan di bawah tangan—antara orang tua saudara (selaku debitur) dan penjual (kreditur); (2) kreditur berjanji untuk menyerahkan sertifikat, enam bulan setelah perjanjian jual-beli dibuat.

Harus diketahui bahwa perjanjian jual-beli yang dilakukan debitur-kreditur hanya menimbulkan perikatan (verbintenis) yang sifatnya obligatoir, yakni yang satu harus melakukan kewajibannya sesuai isi perjanjian (menyerahkan barang) dan yang lain berhak atas barang pada perjanjian tersebut.

Perjanjian jual-beli tersebut belum mengakibatkan beralihnya hak milik, baru setelah adanya penyerahan (levering), maka hak milik itu beralih.[5] Hal ini dikarenakan perjanjian jual-beli tergolong sebagai perjanjian obligatoir, bukan perjanjian zakeliljk yang akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikutnya.

Prosedur Levering

Berdasarkan overschrijvingsordonnantie S. 1834 No. 27 yang pokoknya menyatakan:[6]

Penyerahan terhadap benda-benda tidak bergerak itu harus dilakukan dengan balik nama—yaitu dengan pendaftaran yang harus dilakukan di tempat R.v.J. di hadapan hakim Raad van Justitie (Pengadilan pada masa Hindia Belanda yang setara dengan Pengadilan Tinggi).”

Kemudian pada tahun 1947 No. 53—yang di situ dinyatakan bahwa:

“Pendaftaran tidak lagi dilakukan di hadapan hakim R.v.J., melainkan di hadapan kepala Seksi Pendaftaran Tanah.”

Sejak didirikannya Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 1988, terjadi perubahan kewenangan Kantor Pertanahan terkait pendaftaran tanah. Perkembangan regulasi tersebut dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pelimpahan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.

Terkait hak milik, pada Pasal 10 huruf b Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022, Kepala Kantor Pertanahan memiliki kewenangan menetapkan:

“Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah nonpertanian yang luasnya tidak lebih dari 5.000 m² (lima ribu meter persegi);”

Dengan kata lain, dalam kasus penanya kali ini, hak milik akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, bukan oleh Kepala Kanwil BPN, sebab luas tanah yang dibeli debitur tidak lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi).

Dan perlu diperhatikan bahwa pendaftaran atau balik nama tersebut, harus menyertakan titel atau alas hak berupa akta jual-beli yang dibuat oleh PPAT dan bukan secara di bawah tangan, hal ini berdasarkan Pasal 37 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Dari berbagai regulasi di atas, dapat disimpulkan bahwa levering dilakukan dengan melakukan balik nama sertifikat, untuk dialihkan menjadi milik atau atas nama debitur. Dan dibutuhkan akta yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk memenuhi syarat balik nama/pendaftaran di Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan.

Tanda Levering Telah Sah

Agar lebih mudah memahami perihal kapan penyerahan atau levering telah sah, maka berikut dipaparkan syarat-syarat utuh terkait dengan levering menurut Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, SH.[7]

1. Ada perjanjian zakelijk atau zakelijk overeenkomst

Merupakan perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak kebendaan (zakelijk rechten). Misalnya hak milik, bezit, hipotik, gadai, dsb.

Perjanjian ini tidak menimbulkan perikatan (verbintenis); sifatnya adalah menetapkan perpindahan hak kebendaan; jadi objek dari perjanjian ini adalah hak.

2. Harus ada Titel (alas hak)

Titel atau alas hak adalah hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan atau peralihan barang. Hubungan hukum yang paling sering/biasanya mengakibatkan penyerahan ialah perjanjian. Misalnya: (1) perjanjian jual beli; (2) perjanjian tukar menukar; (3) perjanjian pemberian hadiah dan lain-lain.

3. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai suatu benda (orang yang beschikkings bevoegdheid)

Syarat ini tidak lain ialah pelaksanaan dari suatu azas hukum: Azas Nemoplus. Yakni seseorang itu tidak dapat memperalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya. Dan lazimnya yang berwenang untuk menguasai benda itu ialah pemilik.

4. Harus ada penyerahan nyata dan penyerahan yuridis

Penyerahan yuridis (juridische levering) pada benda tidak bergerak terjadi dengan pendaftaran benda tersebut di kantor pertanahan. Sedangkan penyerahan nyata (feitelijke levering) terjadi dengan penyerahan kunci rumah, atau pembukaan dari pagarnya, atau dengan cara yang lain.

Kesimpulan

Setelah mengetahui beberapa hal di atas, ada beberapa poin yang kemudian dapat menjadi solusi dari permasalahan penanya.

Kreditur yang ingkar janji (wanpretasi)

Berdasarkan kronologi yang saudara/i ceritakan, bahwa telah ada perjanjian dari penjual atau kreditur untuk melakukan pengurusan sertifikat, yakni 6 (enam) bulan setelah tanah dan bangunan tersebut dibeli. Di mana perjanjian jual-beli terjadi pada tahun 2001, akan tetapi hingga saat ini kreditur belum memenuhi janjinya tersebut.

Dalam jangka waktu yang cukup panjang tersebut, kami berasumsi bahwa pembeli atau debitur telah berkali-kali mengingatkan atau menagih janji dari kreditur untuk melakukan pengurusan sertifikat. Namun hingga saat ini tidak diindahkan.

Dengan itu, debitur dapat menggugat kreditur dengan alasan wanprestasi, yakni kesalahan salah satu pihak yang tidak dapat memenuhi kewajiban seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian, sedangkan pihak lain telah memberi peringatan atau somasi terhadapnya terlebih dahulu.

Pasal 1243 KUH Perdata berbunyi:

“Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”.

Dalam hal ini debitur telah berupaya mengingatkan dan akhirnya dirugikan dengan tidak diperolehnya hak milik atas tanah dan bangunan yang telah dibelinya, sebagaimana telah dijanjikan kreditur.

Pembatalan perjanjian secara sepihak merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Hal ini berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 4/Yur/Pdt/2018, bahwa pembatalan perjanjian secara sepihak, termasuk di dalamnya pejanjian jual beli—merupakan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya, debitur dapat menggugat apabila kreditur melakukan hal-hal yang kemudian bisa menjadi bukti perbuatan melawan hukum. Misalnya dengan melakukan pengusiran, pengancaman, dsb.

Footnote

[1] Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda, 4 ed. (Jakarta: PT Intermasa, 1981), 14–17.

[2] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, 4 ed. (Yogyakarta: Liberty, 1981), 20.

Bandingkan dengan diksi yang digunakan oleh Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan terkait perincian benda tak bergerak yang ketiga, yaitu, “Benda tak bergerak menurut ketentuan Undang-Undang. Ini berwujud hak-hak atas benda tak bergerak. . .”

[3] Masjchoen Sofwan, 21.

[4] Masjchoen Sofwan, 67.

[5] Masjchoen Sofwan, 73.

[6] Masjchoen Sofwan, 71.

[7] Masjchoen Sofwan, 72–76.