Penjelasan Lengkap Pasal 1338 KUH Perdata

pasal 1338 KUH Perdata

03/18/2024

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

Apa bunyi Pasal 1338 KUH Perdata? Dan mengapa pasal ini begitu sentral dan sangat penting untuk diketahui? Simak artikel ini hingga tuntas!

Bunyi Pasal 1338 KUH Perdata

Jika melihat KUH Perdata (Burgelijk Wetboek), Pasal 1338 berbunyi:

“(1) Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya;

(2)   Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik Kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu;

(3)   Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”

Asas-Asas Hukum dalam Pasal 1338 KUH Perdata

Pada prinsipnya, pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mencakup empat asas pokok hukum perdata: yakni, (1) Asas kebebasan berkontrak, (2) asas konsensualisme, (3) asas pacta sunt servanda, dan (4) asas iktikad baik. Inilah yang menjadikan Pasal ini begitu penting untuk diketahui:

(1) Asas Kebebasan Berkontrak 

Dalam Ayat (1) Pasal 1338 KUH Perdata disebutkan bahwa segala peraturan yang dibuat secara sah, diakui dan memiliki kedudukan sebagaimana Undang-Undang. Artinya, setiap orang berhak untuk membuat perjanjian dengan siapa pun dan sebaliknya, juga berhak untuk tidak membuat perjanjian atau kontrak.

Dari perkataan “setiap” yang terdapat dalam Ayat (1) tersebut, dapat disimpulkan sebagai asas kebebasan berkontrak. (R. Setiawan, 1987:64)

Yang perlu diingat, aturan mengenai kebebasan berkontrak ini, dibatasi dengan Pasal 1337 KUH Perdata:

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

(2) Asas Konsensualisme

Subekti (dalam Hasim Purba, 2022:69) menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo. 1338 KUH Perdata.

Asas konsensualisme atau asas kesepakatan ini, mengharuskan adanya kata sepakat di antara para pihak yang membuat kontrak. Setiap kontrak mengikat para pihak yang membuatnya jika sudah tercapai sepakat mengenai prestasi atau hal pokok dari kontrak tersebut.

Sebagaimana disebutkan pada Ayat (2) Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa, “Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.”

Artinya, terdapat situasi tertentu di mana kesepakatan tidak benar-benar terjadi, sehingga dapat dijadikan dasar untuk membatalkan suatu perjanjian atau kontrak. Seperti misalnya terdapat cacat kehendak (wilsgebreke), kesesatan (dwaling), penipuan (bedrog), serta paksaan (dwang).

(3) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini bermakna bahwa perjanjian itu mengikat atau berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan tetapi juga terhadap beberapa beberapa unsur lain sepanjang diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau Undang-Undang. (vide Pasal 1339)

Herlien Budiono (dalam Hasim Purba, 2022:69) mengatakan, pepatah atau adagium pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan bahwa semua kontrak yang dibuat manusia satu sama lain, mengingat kekuatan hukum yang terkandung di dalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penaatannya.

(4) Asas Iktikad Baik

Disebutkan dalam Ayat (3) Pasal 1338 BW, bahwa setiap perjanjian dibuat harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada 1981, mengartikan iktikad baik, yaitu sebagai berikut:

  1. Kejujuran pada waktu membuat kontrak;
  2. Pada tahap pembuatan ditekankan apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beriktikad baik (walaupun ada pendapat yang lain);
  3. Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

Para pihak harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek serta memberikan penilaiian yang terletak pada akal sehat dan keadilan secara objektif menurut norma-norma hukum.

Iktikad baik tersebut tidak hanya mengacu pada iktikad baik para pihak, tetapi harus pula mengacu pada nilai-nilai yang berkembang pada Masyarakat, sebab iktikad baik merupakan bagian dari Masyarakat.

Hoge Raad (dalam R. Setiawan, 1987:65) berpendapat bahwa ketentuan mengenai iktikad baik adalah ketentuan yang menyangkut ketertiban umum dan kesusilaan yang tidak boleh dikesampingkan para pihak.

Penutup

Demikian penjelasan dari Pasal 1338 KUH Perdata. Di mana asas-asas yang tercakup di dalamnya begitu penting untuk dipahami. Sebab bersifat sentral alias pokok dari segala persetujuan yang terjadi. Untuk membaca artikel yang lebih lengkap terkait asas-asas perjanjian, silakan baca di sini [link artikel].

Referensi:

R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek): Dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, 19 ed. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985).

Hasim Purba, Hukum Perikatan & Perjanjian, 1 ed. (Jakarta: Sinar Grafika, 2022).

R Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan (Bandung: Binacipta, 1987).