Selain diatur dalam KUHPerdata, ketentuan mengenai surat kuasa juga dapat ditemukan dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement) serta telah berkembang melalui berbagai putusan pengadilan atau yurisprudensi.
Dalam artikel ini akan dibahas secara rinci mengenai pengaturan surat kuasa dalam KUHPerdata, HIR, hingga yurisprudensi, disertai contoh-contoh konkret untuk memudahkan pemahaman.
Definisi Surat Kuasa
Dalam Pasal 1792 KUHPerdata dijelaskan:[1]
”Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”
Berdasarkan penjelasan itu, surat kuasa merupakan persetujuan/perjanjian yang bersifat mengikat.[2] Di mana pihak-pihak di dalamnya meliputi:[3]
- Orang yang diberikan kekuasaan atau wewenang disebut ”penerima kuasa” atau ”kuasa” saja
- Orang yang memberikan kekuasaan atau wewenangnya disebut ”pemberi kuasa”.
Dalam bahasa Belanda, pemberian kekuasaan dikenal dengan istilah volmacht, atau ”power of attorney” dalam bahasa Inggris.[4]
Mengapa Harus Ada Surat Kuasa?
Edy Lisdiyono dalam bukunya ”Kapita Selekta Hukum Perdata”,[5] menjelaskan bahwa seringkali orang tidak mampu melakukan atau menyelesaikan sendiri urusannya, sehingga ia memerlukan jasa orang lain.
Orang tersebut lalu memberikan kekuasaan dan wewenangnya kepada orang lain agar urusannya dapat selesai. Di mana maksud dari menyelesaikan urusan tersebut yaitu untuk melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum.
Bentuk Pemberian Kuasa
Dalam bentuk apa saja atau melalui apa saja pemberian kuasa itu terlaksana, sebenarnya telah disebutkan pada Pasal 1793 KUHPerdata:[6]
”Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa.”
Dari Pasal tersebut, diketahui bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan dengan:
- Akta autentik;
- Akta di bawah tangan;
- Surat biasa;
- Secara lisan;
- Secara diam-diam.
Jenis Kuasa
Secara umum, jenis kuasa yang dikenal adalah kuasa umum dan kuasa khusus,[7] namun Viswandro[8] menambahkan dua jenis pemberian kuasa, walaupun jarang disebutkan dalam praktik, yaitu kuasa istimewa, dan kuasa perantara. Jadi total ada empat jenis kuasa yang diatur dalam undang-undang:
- Kuasa umum;
- Kuasa khusus;
- Kuasa istimewa; dan
- Kuasa perantara
Kuasa Umum
Kuasa umum diatur dalam Pasal 1796 KUHPerdata:[9]
”Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.”
Pasal ini memberikan batasan kewenangan yang dapat diwakili dengan menggunakan kuasa umum. Yaitu:
- Bukan untuk memindahtangankan;
- Bukan untuk membuat suatu perdamaian; dan
- Bukan untuk melakukan Tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik.
Dengan kata lain, kuasa umum tidak mencakup tindakan yang mengurangi, memindahtangankan, atau membebani hak-hak pemberi kuasa. Misalnya seperti menjual atau menggadaikan mobil, menandatangani perjanjian jual beli rumah, atau mengajukan gugatan ke pengadilan
Kewenangan yang timbul akibat pemberian kuasa secara umum adalah menyangkut pengurusan. Yang disebut begerder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa[10] (pengelolaan biasa atau pemeliharaan umum). Seperti mengurus pembayaran listrik, mengambil dokumen di kantor, atau mengurus perpanjangan SKCK.
Kuasa Khusus
Pemberian kuasa secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau yang harus dinyatakan dengan kata-kata yang tegas (Pasal 1796 KUHPerdata).
Pemberian kuasa secara khusus inilah yang paling nyata digunakan dalam beracara, yaitu untuk menyelesaikan atau membela sebuah perkara di pengadilan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 123 HIR:[11]
”(1) Pihak-pihak, jika menghendaki, dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya, yang untuk itu harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus, kecuali jika si pemberi kuasa menghadap sendiri. Penggugat dapat juga memberi kuasa dalam surat permohonan yang ditandatanganinya serta diajukannya menurut Pasal 118 Ayat (1) atau pada waktu mengadakan gugatan lisan menurut Pasal 120 Ayat (1) dan mengenai hal yang disebut terakhir ini dinyatakan dalam catatan gugatan lisan tersebut.
Selain untuk menyelesaikan perkara di pengadilan, kuasa khusus mencakup tindakan untuk memindahtangankan atau meletakkan hipotik (hak tanggungan) di atasnya atau membuat suatu perdamaian, atau pun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik.[12]
Kuasa Istimewa
Pasal 1796 KUHPer mengatur perihal pemberian kuasa istimewa.[13] Yang dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 157 HIR:[14]
”Suatu sumpah, baik yang diperintah oleh Hakim atau yang dibebankan oleh salah satu pihak kepada lawannya atau dikembalikan oleh pihak lawan tersebut harus diucapkan oleh pihak itu sendiri, kecuali apabila Pengadilan Negeri berdasarkan alasan-alasan yang penting mengizinkan salah satu pihak untuk menyuruh pengucapan sumpah itu dilakukan oleh seorang yang dikuasakan khusus untuk itu, kuasa mana hanya dapat diberikan dengan sebuah akta autentik yang memuat secara teliti dan cermat akan rumusan sumpah yang akan diucapkan tersebut;”
Jelas bahwa dalam pemberian kuasa istimewa, syarat-syaratnya adalah bersifat limitatif dan harus berbentuk akta autentik.
Limitatif artinya kebolehan memberi suatu kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting, sebagaimana disebut pada Pasal 157 HIR tersebut.
Berbentuk akta autentik artinya pemberian kuasa istimewa harus dibuat dalam bentuk akta notaris supaya sah menurut hukum. Hal ini sejalan dengan pendapat R. Soeroso yang menafsirkan akta autentik sebagai akta notaris, kemudian pendapat ini diterima secara umum oleh praktisi hukum.[15]
Kuasa Perantara
Disebut juga agen (agent). Kuasa ini berdasarkan Pasal 1792 KUHPer dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan (commercial agency) atau makelar. Disebut juga broker dan factor, tetapi lazim disebut perwakilan dagang,
Dalam hal ini pemberi kuasa sebagai prinsipil memberi perintah (instruction) kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga.
Apa yang dilakukan agen langsung mengikat kepada pihak prinsipil, sepanjang hal itu tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan yang diberikan.[16]
Berakhirnya Pemberian Kuasa
Dalam Pasal 1813 disebutkan, pemberian kuasa berakhir karena:
- Ditariknya kembali kuasa oleh pemberi kuasa;
- Pemberitahuan penghentian dari penerima kuasa kepada pemberi kuasa;
- Salah satu pihak meninggal dunia;
- Salah satu pihak berada di bawah pengampunan (curatele);
- Salah satu pihak jatuh pailit;
- Perkawinannya perempuan yang memberi/menerima kuasa.
Selanjutnya ada ketentuan pasal lain berakhirnya pemberian kuasa, yaitu:
- Pemberitahuan pengangkatan kuasa baru untuk urusan yang sama kepada penerima kuasa lama (Pasal 1816 KUHPerdata);
- Selesainya urusan yang dikuasakan;
- Atas putusan pengadilan (1814 KUHPerdata).
Beberapa Yurisprudensi Mengenai Surat Kuasa[17]
- Surat kuasa untuk menjaga, mengurus harta benda yang bergerak dan tidak bergerak, tanah-tanah, rumah-rumah, hutang, dan semua kepentingan seseorang, adalah suatu kuasa umum yang bagaimanapun juga tidak dapat dianggap sebagai suatu kuasa khusus untuk berperkara di depan Pengadilan (Putusan MA No. 531/Sip/1973, tanggal 25 Juli 1974);
- Surat kuasa yang tidak dengan tegas menyebutkan pemberian kuasa untuk naik banding (hanya dipakai perkataan-perkataan ”menolak segala rupa putusan”) tidak dapat diterima untuk mengajukan permohonan banding (Putusan MA No. 117 K/Sip/1955, tanggal 8 Mei 1957);
- Surat kuasa yang berisi penguasaan untuk menggunakan segala upaya hukum (het zicj bedienen van alle recht middelen), dapat dianggap berisi juga penguasaan untuk mengajukan banding (putusan MA No. 202 K/Sip/1953, tanggal 6 Juli 1955)
- Tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus di bawah tangan. Tanpa legalisasi surat kuasa khusus di bawah tangan telah memenuhi syarat formil. (Putusan MA-RI No. 779 K/Pdt/1992);
- Dll.
Contoh Surat Kuasa
Contoh Surat Kuasa Khusus [Google Drive]
Contoh Surat Kuasa Subtitusi [Google Drive]
Contoh Surat Kuasa (Banding) [Google Drive]
Contoh Surat Kuasa (Kontra Memori Banding) [Google Drive]
Footnote
[1] Tim Redaksi BIP, 3 Kitab Undang-Undang Hukum: KUHPer, KUHP, KUHAP Beserta Penjelasannya (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2019), 488.
[2] Edy Lisdiyono, Kapita Seleka Hukum Perdata (Malang: Setara Press, 2019), 28.
Pemberian kuasa menimbulkan ”Perwakilan”. Di mana perwakilan ini sumbernya bisa dari perjanjian (dengan surat kuasa) maupun dari undang-undang, misalnya orang tua wali yang mewakili anak belum dewasa yang berada di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian (Pasal 47 Ayat 2 UU No. 1/1974)
[3] Edy Lisdiyono, 27.
[4] Edy Lisdiyono, 28.
[5] Edy Lisdiyono, 27.
[6] Tim Redaksi BIP, 3 Kitab Undang-Undang Hukum: KUHPer, KUHP, KUHAP Beserta Penjelasannya, 488.
[7] Edy Lisdiyono, Kapita Seleka Hukum Perdata, 30.
[8] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), 7.
[9] Tim Redaksi BIP, 3 Kitab Undang-Undang Hukum: KUHPer, KUHP, KUHAP Beserta Penjelasannya, 489.
[10] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 7.
[11] R. Soeroso, Hukum Acara Perdata Lengkap & Praktis: HIR, RBg, dan Yurisprudensi (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 38.
[12] Edy Lisdiyono, Kapita Seleka Hukum Perdata, 31.
[13] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 8.
[14] R. Soeroso, Hukum Acara Perdata Lengkap & Praktis: HIR, RBg, dan Yurisprudensi, 91.
[15] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 10.
[16] Viswandro, 10.
[17] Edy Lisdiyono, Kapita Seleka Hukum Perdata, 35,38.