Dalam sistem perundang-undangan, dikenal adanya hierarki (urutan tingkatan). Terdapat peraturan perundang-undangan yang memiliki ’derajat’ lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan lain.
Berlakunya undang-undang tak terlepas dari hal tersebut, di mana artikel ini akan membahas mengenai definisi Lex Superior Derogat Legi Inferiori.
Definisi Lex Superior Derogat Legi Inferiori
Maksud dari asas ini yaitu bahwa peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi yang mengatur hal yang sama.[1]
Beberapa buku membahasakan dengan diksi ”penguasa”,[2] yakni undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi.[3]
Ketika terjadi pertentangan antara dua macam peraturan perundang-undangan yang tidak sederajat dan mengatur objek yang sama, maka hakim harus menerapkan yang lebih tinggi dan menyatakan undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat.[4]
Hal ini dikarenakan perundang-undangan suatu negara merupakan suatu sistem yang tidak membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan di dalamnya.[5]
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Terkait hierarki yang dimaksud ini, beberapa ahli telah menulis urutannya, salah satunya oleh Prof. Sudikno Mertokusumo dalam ”Mengenal Hukum: Suatu Pengantar”.[6]
Namun setelah penulis menelusuri sedikit lebih jauh, ternyata hierarki tersebut juga telah disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945);
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sehingga, apabila misalnya undang-undang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yaitu UUD 1945, maka dapat dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum, dengan demikian berlakulah asas lex superiori derogat legi inferiori ini.
Jenis Peraturan Perundang-undangan Lain
Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 juga menyebutkan jenis peraturan perundang-undangan yang lain, yakni peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh:
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
- Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
- Mahkamah Agung (MA);
- Mahkamah Konstitusi (MK);
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
- Komisi Yudisial (KY);
- Bank Indonesia (BI);
- Menteri;
- Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang;
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota;
- Gubernur, Bupati/Walikota, Kepada Desa atau yang setingkat.
Seluruh peraturan tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Penutup
Perlu diperhatikan, bahwa selain konflik antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi derajatnya, mungkin juga terjadi pertentangan peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum dengan sifatnya khusus (lex specialis derogat legi generali).[7]
Pertentangan juga dapat terjadi antara peraturan perundangan-undangan yang lama dengan yang baru (lex posteriori derogat legi priori).[8]
Untuk kedua adagium atau asas tersebut (lex specialis dan lex posteriori), akan penulis bahas dengan lebih komprehensif di artikel yang lain. Sekian.
Footnote
[1] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 2007), 92.
[2] Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-Undangan dan Yurisprudensi (Bandung: Alumni, 1986), 16.
[3] J.B. Daliyo dkk., Pengantar Ilmu Hukum: Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 55.
[4] J.B. Daliyo dkk., 55.
[5] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, 92.
[6] Sudikno Mertokusumo, 93.
[7] Sudikno Mertokusumo, 94.
[8] Sudikno Mertokusumo, 94.

