Pernah mendengar istilah wanprestasi? Atau Anda baru saja menjadi Tergugat dalam kasus wanprestasi? Artikel ini sangat tepat bagi Anda yang ingin mengetahui Apa itu Wanprestasi. Seperti biasa, hukumkita akan menjelaskannya dengan detail dan lengkap.
Apa Itu Wanprestasi?
Wanprestasi juga dikenal dengan sebutan ingkar atau cedera janjii. Hampir semua literatur mengatakan bahwa kata wanprestasi berasal dari kata bahasa Belanda ‘wanprestatie’ yang bermakna kealpaan, kelalaian, atau tidak memenuh kewajibannya seperti dalam perjanjian.
Dalam istilah Inggris, wanprestasi lazim disebut break of contract yang berarti pihak yang berkewajiban (debitur) tidak memenuhi kewajibannya. Oleh karenanya, secara etimologi, wanprestasi adalah suatu hak kebendaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam kontrak, sedangkan pihak lain telah memberikan peringatan atau somasi terlebih dahulu.
Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugianm dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang dilmpaukannya.”
Membicarakan wanprestasi tidak bisa lepas dari masalah-masalah “pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan kelalaian (vercium). Sebab dengan tidak diindahkannya perjanjian oleh pihak yang melakukan wanprestasi, akan dianggap sebagai sebuah kelalaian, terutama apabila tidak didapati iktikad baik untuk melaksanakan prestasi (kewajiban).
Perlu digarisbawahi, makna wanprestasi sebenarnya tidak sesempit yang dipahami ketika seseorang tidak membayar kewajiban atau utangnya, maknanya pun berkembang di kalangan para sarjana hukum sehingga istilah yang digunakan dan lazim berkembang di kalangan praktisi hukum pun menjadi bervariasi, ada yang menggunakan istilah cidera janji, ingkar janji, melanggar janji, atau kata wanprestasi.
Pengertian Wanprestasi Menurut para Ahli
- M Yahya Harahap
Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Seperti seorang debitu dapat dikatakan wanprestasi apabila dalam melakukan prestasi akad telah lali dengan tidak sesuai jadwal yang telah diperjanjikan atau selayaknya. - Nindyo Pramono
Wanprestasi timbul akibat kelalaian atau kesalahan pihak debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. - Sri Soedewi Masjhoeri Sofyan
Wanprestasi adalah kewajiban tidak memenuhi suatu perutangan yang terdiri dari dua sifat, yaitu prestasi yang masih dilakukan tapi tidak sepatutnya atau dilakukan tidak tepat waktu. - J. Satrio
Wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan ke depannya. - Wirjono Prodjodikoro
Wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi di dalam hukum perjanjian, artinya suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.” - R.Subekti
Wanprestasi merupakan sebuah tindakan kelalaian atau kealpaan yang terjadi apabila: Pertama, tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya. Kedua, melaksanakan apa yang telah diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Ketiga, melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak terlambat. Keempat, melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
Bentuk-bentuk Wanprestasi
-
Kondisi 1: Debitur Tidak Memenuhi Kewajiban Sama Sekali
Yakni debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang. Misalkan seorang penjual dan pembeli telah mengikatkan diri dengan akad jual beli sebuah sepeda motor, dengan harga Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan akan diserahkan pada tanggal 1 Agustus 2020, namun saat tanggal yang telah disepakati, penjual yang telah menerima uang dari pembeli tidak menyerahkan sepeda motor tersebut tanpa kejelasan. Secara praktik, debitur yang tidak memenuhi prestasi sama sekali dapat terjadi dengan berbagai faktor dan alasan pemicunya, antara lain: Karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa juga disebabkan karena memang kreditur secara objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. Misalkan debitur yang masih mampu berprestasi tapi karena sudah lewat waktunya, bagi kreditur sudah tidak ada gunanya lagi.
-
Kondisi 2: Debitur Memenuhi Kewajiban, Tetapi Tidak Sebagaimana Mestinya
Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh Undang-Undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini debitur menurutnya telah melaksanakan kewajibannya, akan tetapi menurut kreditur prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak sama dengan yang diperjanjikan. Meskipun demikian, dalam keadaan ini, tetap saja dianggap debitur wanprestasi karena melakukan sesuatu kewajibannya tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan.Contoh wanprestasi ini biasa terjadi dalam hal perjanjian jual beli, misalkan objek yang diperjualbelikan tidak sesuai dengan spesifikasi (spek) yang diperjanjikan atau objek yang dijual memiliki cacat sehingga merugikan pembeli.
-
Kondisi 3: Debitur Memenuhi Kewajiban, Tetapi Tidak Tepat pada Waktunya (Terlambat)
Yakni debitur memenuhi kewajiban tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi. Artinya, prestasi dilaksanakan dan objek yang diperjanjikan benar, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Dengan demikian, debitur yang seperti ini dapat dikatakan telah lalai dan wanprestasi
- Kondisi 4: Melaksanakan Perbuatan yang Dilarang dalam Kontrak
Yakni wujud yang lebih mudah untuk menentukan seseorang wanprestasi, yaitu saat seseorang melakukan sesuatu yang dilarang dalam kesepakatan
Unsur-Unsur Wanprestasi
Adanya Unsur Kesalahan
Maksud dari adanya “kesalahan”, harus dipenuhi syarat-syarat, yaitu sebagai berikut:
- Perbuatan yang dilakukan harus dapat dihindarkan; dan
- Perbuatan tersebut dapat dipersilakan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya.
Menurut Pasal 1236 KUH Perdata, kewajiban penyerahan benda tersebut berupa ganti biaya, rugi, dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya.
Pasal 1236 KUH Perdata di atas menjelaskan bahwa kewajiban itu dilakukan apabila adanya unsur “kesalahan” debitur yang menyebabkan ia tidak mampu lagi menyerahkan kebendaannya (prestasinya) kepada kreditur.
Kesalahan yang dimaksud dalam Pasal 1236 KUH Perdata tersebut adalah kesalahan di mana seorang debitur tidak mampu memenuhi kebendaan atau sehingga benda prestasinya tidak dapat terhindar dari kerugian. Intinya terpenuhinya unsur salah (schuld) dalam arti luas. Kesalahan yang dilakukan oleh debitur dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan (opzet) dan kelalaian (onachtzaamheid) atau karena keadaan memaksa (force majeure).
Kesalahan Karena Disengaja
Perbuatan disengaja adalah tindakan yang dilakukan dengan diketahui dan dikehendaki. Oleh karena itu, saat terjadinya kesengajaan tidak diperlukan adanya maksud untuk menimbulkan kerugian kepada orang lain, cukup diketahui dan si pelaku tetap melakukan perbuatan tersebut, maka itu dikategorikan sengaja.
Yang paling mudah menetapkan seseorang melakukan wanprestasi adalah apabila terdapat sebuah perjanjian yang bertujuuan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila orang itu melakukannya, berarti ia melanggar perjanjian, ia dapat dikatakan melakukan wanprestasi.
Pada Pasal 1453 KUH Perdata, digunakan istilah, “Apabila ada kesalahan untuk itu,” Pitlo berpendapat bahwa hal tersebut diartikan kalua ada unsur kesengajaan dari pihak lawan janjinya yang intinya membuat kerugian terhadap kreditur.
Unsur kesengajaan di sini adalah jika kerugian yang ditimbulkan diniatkan dan memang dikehendaki oleh debitur. Sedangkan unsur kelalaian adalah peristiwa di mana seseorang atau debitur seharusnya dalam kondisi objektif tahu atau patut menduga bahwa perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul keraguan.
Memang di sini debitur belum tahu apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya ia tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut.
Kesalahan Karena Kelalaian
Secara bahasa, menurut KBBI Kemendikbud, lalai adalah tidak mengindahkan kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya. Dengan kata lain, “Kelalaian adalah perbuatan di mana seorang pelaku mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
Dalam situasi perjanjian yang tidak ditentukan mengenai batas waktunya, maka untuk menyatakan seorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut somasi.
Seperti yang telah diutas di atas, secara garis besar menunjukkan sebab wanprestasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) Dikarenakan kesengajaan; dan (2) dikarenakan kelalaian dari debitur.
Wanprestasi yang terjadi; baik karena kesengajaan maupun kelalaian sama-sama mengandung unsur “salah” dalam arti luas atau karena debitur menghadapi keadaan memaksa. Kelalaian atau karena (in gebreke) merupakan faktor yang dapat membawa implikasi hukum yang penting. Yaitu mengatakan debitur telah wanprestasi dan berakibat hukum yang fatal, di antaranya ganti rugi dan sebagainya.
Menurut J. Satrio, Pasal 1270 KUH Perdata mempunyai arti bahwa kreditur tidak boleh menuntut prestasi kepada debitur sebelum waktu yang telah ditentukan.
Debitur tidak dapat dikatakan lalai jika hanya bersandarkan kepada belum adanya penyerahan prestasi meskipun sudah lewatnya waktu perikatan. Kecuali kalua perikatan atau perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur menentukan lain, di mana debitur harus dianggap lalai jika sudah melewati batas waktu yang ditentukan.
Artinya, dalam perjanjian yang memuat batas waktu di mana seseorang dapat dikatakan lalai, maka dengan lewatnya waktu tersebut saja sudah menjadikan debitur wanprestasi sehingga dalam kasus seperti ini tidak diperlukan lagi somasi atau agar seseorang dapat dinyatakan lalai.
Pernyataan Lalai dan Somasi (Teguran)
Somasi adalah teguran atau peringatan dari kreditur kepada debitur untuk melaksanakan kewajibannya dalam waktu tertentu.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan tidak resmi. (1) Peringatan tertulis secara resmi dilakukan melalui pengadilan yang berwenang, yang disebut somasi (sommatie). Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, surat peringatan ini disebut in gebreke stelling.
Somasi atau teguran yang dilayangkan kreditur terhadap debitur, harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: (1) Teguran supaya debitur segera melaksanakan prestasi atau kewajibannya; (2) memuat dasar teguran dilakukan; dan (3) mencantumkan tanggal batas waktu paling lambat untuk memenuhi prestasi.
Somasi atau penetapan lalai itulah yang akan membawa kreditur sampai pada keputusan dan ketetapan bahwa debitur telah lalai. Kemudian, dengan dasar teguran tersebut, kreditur membawa ke pengadilan untuk meminta debitur dinyatakan lalai secara hukum dan menghukumnya untuk melakukan pembayaran kerugian kepada debitur.
Perlu digarisbawahi, keberadaan tenggat waktu dalam somasi kepada debitur menjadi suatu hal yang sangat penting. Karena bila ternyata dalam somasi tidak ditentukan wakut kapan batas akhir bagi debitur melaksanakan kewajibannya, maka tidak dapat dikatakan debitur lalai sekali pun disomasi ribuan kali.
Akibat Hukum Wanprestasi
Debitur Membayar Ganti Rugi yang Diderita oleh Kreditur
Ganti rugi yang menjadi beban debitur meliputi tiga unsur: (1) biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata dikeluarkan oleh salah satu pihak, (2) rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur; dan (3) bagi hasil atau fee adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali kepada keadaan sebelum adanya perjanjian diadakan. Artinya jika salah satu pihak sudah menerima barang atau uang dari pihak lain sesuai perjanjian, maka objek tersebut harus dikembalikan kepada kreditur.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata, “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. . .”
Peralihan Risiko di Mana Benda yang Dijanjikan Berupa Objek Perjanjian, Sejak Saat Tidak Dipenuhinya Kewajiban Menjadi Tanggung Jawab Debitur
Peralihan risiko ini merupakan bentuk sanksi bagi debitur yang telah lalai dan wanprestasi. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 1237 Ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan, “dalam hal adanya perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir, jika debitur lalai menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu sejak perikatan dilakukan menjadi tanggungannya;
Membayar Biaya Perkara atas Tuntutan yang Dilayangkan oleh Kreditur
Tentu ini didasarkan pada pihak yang kalah sebagaimana disebut pada Pasal 181 Ayat 1 HIR. Ada pun kerugian yang harus diganti oleh debitur mesti memenuhi dua syarat, yaitu: Pertama, kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu perikatan dibuat, Kedua, kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta-merta dari wanprestasi.
Demikian, bagi Anda yang sedang mencari tahu apa itu wanprestasi, diharapkan dapat memahami pemaparan di atas dengan jelas. Apabila ada yang ingin ditanyakan atau ditanggapi, jangan sungkan untuk memberi komentar di bawah. Sekian. Sampai jumpa di bahasan lainnya!
Referensi:
Safira Martha Eri, Hukum Perdata (Ponorogo: Nata Karya, 2017).
Amran Suadi, Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, 2 ed. (Jakarta: Kencana, 2021).
Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindakan Pidana Penipuan: Yang Lahir dari Hubungan Kontraktual, 1 ed. (Jakarta: Kencana, 2014).