Pertanyaan:
Saya ditipu oleh tukang box saya, di mana saya sudah memberikan DP sebesar 65.000.000 (50% dari total nilai proyek) untuk pembuatan hard box. Tapi hingga kini, tukang tersebut tidak memberikan hak saya.
Perspektif Hukum Pidana
Secara umum, ketentuan mengenai tindak pidana penipuan diatur di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab XXV Pasal 378-395. Tindak pidana penipuan sebagaimana pengertian Pasal 378 KUHP adalah tindakan membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan memakai nama atau keadaan palsu, akal cerdik, atau karangan perkataan bohong.
Hukum memanglah salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu dengan adanya hukum maka terciptanya rasa aman dan rasa nyaman kepada masyarakat. Namun pada akhir-akhir ini sempat dihebohkan mengenai permasalahan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh beberapa oknum.
Hal tersebut memunculkan beberapa keresahana bagai beberapa kalangan mesyarakat. Oleh karena itu besar harapan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dan pengem-balian ganti rugi atas uang yang ditupu oleh beberapa oknum. Mengingat dari beberapa kasus yang telah diputus oleh pengadilan, hakim hanya memberikan sanksi pidana kepada beberapa oknum pelaku tindak pidana penipuan.
Tepatkah Menyelesaikannya Melalui Jalur Hukum Pidana?
Banyaknya perkara dari pihak “yang merasa menjadi korban penipuan” akibat tidak terpenuhinya prestasi yang dijanjikan (wanprestasi) diajukan melalui jalur hukum pidana (wederrechtelijk), padahal berdasarkan hukum perjanjian perkara seperti ini penyelesaiannya harus melalui jalur hukum perdata.
Wanprestasi merupakan dasar pengajuan gugatan perdata atas tidak dipenuhinya prestasi yang telah diperjanjikan dan disepakati oleh dan di antara para pihak. Namun, apabila ternyata suatu perjanjian dibuat tanpa memenuhi syarat sahnya perjanjian, yakni unsur “kesepakatan”, maka wanprestasi tidak dapat menjadi dasar pengajuan tuntutan melalui jalur hukum perdata.
Perjanjian yang mengandung kesepakatan yang timbul dari penipuan merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang masih menimbulkan keraguan bagi para pencari keadilan dan bahkan aparat penegak hukum, apakah diselesaikan melalui jalur hukum perdata atau pidana?
Perbedaan antara Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Pidana dan Perdata
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana adalah perbuatan yang dilakukan di luar batas kewenangan atau kekuasaan dan perbuatan yang melanggar asas-asas umum yang berlaku di lapangan hukum, sedangkan unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum dalam konteks perdata adalah adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan dari pihak pelaku, adanya kerugian bagi korban, dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Pengajuan gugatan berdasarkan suatu perbuatan melawan hukum di Indonesia selalu didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Bila kita cermati pasal tersebut lebih dalam, maka Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur norma hukum, tanpa menjelaskan dan/atau menyebutkan unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mengajukan gugatan berdasarkan suatu perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 KUHPerdata memuat unsur-unsur yang harus dipenuhi apabila seseorang hendak memintakan penggantian atas kerugian yang dideritanya akibat kesalahan yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum.
Penipuan merupakan salah satu bentuk dari perbuatan melawan hukum, baik dalam arti sempit maupun luas. Dalam arti sempit, penipuan berarti pelanggaran terhadap ketentuan tertulis (onwetmatige daad).
Bentuk pelanggaran tersebut mengacu pada pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berarti telah terjadi pelanggaran hukum pidana (wederrechtelijk), yaitu tindak pidana penipuan.
Pemenuhan unsur niat pelaku dan perbuatan menipu terhadap korban adalah hal yang wajib dibuktikan dalam hal perkara diperiksa melalui mekanisme hukum pidana. Sedangkan, dalam arti luas, hal yang dilanggar tidak hanya mengenai ketentuan hukum tertulis (kewajiban hukum pelaku), melainkan juga hak subjektif orang lain dan ketentuan tidak tertulis (kesusilaan, kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian).
Perbuatan penipuan yang dilakukan dalam ranah hukum perdata merupakan pelanggaran atas kewajiban hukum pelaku dan hak subjektif orang lain.
Tidak dipenuhinya prestasi yang diperjanjikan adalah suatu tindakan wanprestasi, bukan penipuan. Namun, apabila persetujuan yang diberikan dalam suatu perjanjian didasarkan pada adanya suatu penipuan dengan tujuan agar pihak lain menjalankan prestasi yang diperjanjikan, maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah dan tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum perdata (onrechtmatige daad).
Di sisi lain, jika terdapat pihak yang melakukan tipu muslihat sebelum adanya kesepakatan dan tindakan tersebut mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum pidana, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum pidana (wederrechtelijk).
Penipuan termasuk salah satu bentuk dari perbuatan melawan hukum baik dalam arti sempit maupun luas, dalam pengertian sempit yang berarti pelanggaran terhadap ketentuan tertulis (onwetmatige daad).
Bentuk pelanggaran tersebut mengacu pada pelanggaran terhadap KUHP yang berarti telah terjadi pelanggaran hukum pidana (wederrechtelijk), yaitu tindak pidana penipuan. Penipuan seringkali terjadi dalam bentuk perikatan yang timbul berdasarkan kesepakatan (perjanjian).
Hubungan Tindak Pidana Penipuan dan Wanprestasi dalam Hukum Perdata
Persinggungan konsep penipuan juga terdapat dalam hal tidak dipenuhinya suatu perjanjian (wanprestasi) dan/atau wederrechtelijk. Pada peristiwa wanprestasi perlu dipastikan bahwa perjanjian pokok para pihak adalah sah. Keabsahan perjanjian para pihak dapat dilihat dari ada atau tidaknya unsur penipuan dalam perjanjian.
Perbedaan antara Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan
Hal yang membedakan dalam penipuan antara wanprestasi dengan tindak pidana penipuan (wederrechtelijk) ada pada kapan perbuatan tipu muslihat dilakukan oleh pelaku. Pada wanprestasi, penipuan dilakukan agar pihak lain mau membuat perjanjian agar kemudian pihak lain tersebut melaksanakan prestasi sesuai perjanjian. Sedangkan pada tindak pidana penipuan, pelaku melakukan tipu muslihat sebelum perjanjian disepakati yang akan berakibat merugikan pihak lain pada perjanjian.
Kesimpulan
Dalam kasus ini, dasar hukum yang digunakan untuk melakukan gugatan kepada pelaku penipuan bukanlah pasal 378 KUHP ataupun Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik, melainkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Untuk melakukan gugatan perdata dalam kasus penipuan sebaiknya korban melakukan gugatan pidana terlebih dahulu. Kemudian hasil putusan peradilan pidana dijadikan alat bukti tertulis pada gugatan perdata. Dengan demikian maka korban tidak dengan susah melakukan pembuktian.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Anisah, Siti, dan Trisno Raharjo. “Batasan Melawan Hukum Dalam Perdata Dan Pidana Pada Kasus Persekongkolan Tender.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 25, no. 1 (2018).
Sardjono, Agus. “Batas-Batas antara Perbuatan Melawan Hukurn dan Wanprestasi dalam Kontrak Komersial.” Jurnal Hukum Bisnis 29, no. 2 (2010).
Sari, Indah. “Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata.” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 11, no. 1 (2020).