Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank dalam Transaksi Elektronik

Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank dalam Transaksi Elektronik

03/18/2024

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

Pemerintah berperan dalam melindungi rakyat-rakyatnya dari tindakan yang tidak bertanggung jawab, contohnya seperti Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank dalam Transaksi Elektronik. Yang dilakukan oleh lembaga ataupun oknum pegawai suatu bank yang berdampak pada rusaknya kepercayaan masyarakat.

Perlindungan terhadap nasabah selaku konsumen dari layanan jasa perbankan didasarkan dengan adanya sejumlah hak konsumen yang wajib untuk dilindungi agar dapat terhindar dari tindakan- tindakan yang menimbulkan kerugian dari pihak lain. Adapun beberapa peraturan- peraturan yang mengatur tentang perlindungan nasabah sebagai konsumen yaitu, sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 mendefinisikan perbankan sebagai segala sesuatu yang berhubungan atau menyangkut tentang bank baik dilihat secara kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ketentuan hukum yang dapat digunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum dalam penyelenggaraan layanan internet banking dapat dicermati pada Pasal 29 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa bank berkewajiban untuk menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai kemungkinan adanya risiko kerugian terkait dengan transaksi nasabah yang dilakukan oleh bank demi tercapainya kepentingan nasabahnya. Pada permasalahan perlindungan hukum terhadap kerugian nasabah akibat error system, penerapan peraturan ini wajib untuk dilakukan oleh bank secara pro aktif dalam memberikan informasi-informasi sehubungan dengan risiko kerugian atas pemanfaatan layanan bank oleh nasabah.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan ini telah dijadikan dasar bagi perlindungan konsumen termasuk nasabah bank secara umum. Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999, tujuannya adalah untuk memberikan segala upaya yang dapat mendukung adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan secara hukum kepada konsumen.13 Pasal 19 ayat (1), menyatakan bahwa pelaku usaha dalam hal ini pihak bank memiliki tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerugian yang dirasakan oleh konsumen akibat mengonsumsi jasa yang dihasilkan. Jadi, jika dikaitkan dengan permasalahan perlindungan hukum terhadap kerugian nasabah akibat error system, bank diwajibkan untuk bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi apabila error tersebut mengakibatkan kerugian seperti berkurang atau bertambahnya saldo sesuai dengan perundang-undangan tersebut. Namun, jika nasabah tidak mengalami kerugian, bank tidak diwajibkan untuk melakukan ganti rugi.

Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen berisi tentang hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, serta keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Bank sebagai penyedia jasa wajib untuk memberikan pelayanan dan fasilitas yang terbaik kepada nasabah terutama dalam hal yang berkaitan dengan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan nasabah sendiri.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang ITE disahkan pada tanggal 21 April 2008 dan dibentuk dengan tujuan khusus untuk mengatur berbagai aktivitas manusia dibidang teknologi informasi dan komunikasi14. UU Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 9 menyatakan bahwa produk yang ditawarkan melalui sistem elektronik, pelaku usaha wajib untuk menyediakan informasi secara benar dan lengkap yang berhubungan dengan syarat produsen, kontrak, serta produk yang ditawarkan”.

Pada kasus ini, Bank telah menyediakan fasilitas yang memudahkan nasabahnya dalam melakukan transaksi keuangan baik secara konvensional maupun secara digital.

UU Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 15 juga menyebutkan bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan sistem elektronik yang handal, aman, dan bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.

Pada kasus ini, error system yang terjadi pada Bank belum memenuhi kriteria pada pasal 15 ini. Sehingga untuk kedepannya, Bank dapat meningkatkan lagi keamanan teknologi informasinya. Setiap orang berhak untuk mengajukan gugatan dalam melakukan penegakan hukum perdata, adapun gugatan itu antara lain a) Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain (Pasal 23 ayat (3) UU ITE); b) Ganti kerugian atas penggunaan informasi data pribadi oleh orang lain (Pasal 26 ayat (2) UU ITE); dan c) Ganti kerugian atas penyelenggaraan sistem elektronik/penggunaan teknologi informasi yang dapat mengakibatkan kerugian (Pasal 38 ayat (1) UU ITE).

Peraturan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank dalam Transaksi Elektronik

Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Bank Indonesia memiliki langkah dalam memberikan Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank dalam Transaksi Elektronik, dimana perlindungan konsumen menjadi salah satu pilar perbankan nasional. Beberapa peraturan yang telah diterbitkan guna melindungi hak konsumen, adalah:

a. PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Perbankan, mewajibkan pihak bank untuk memberikan informasi produk bank dan fasilitas layanan e banking secara transparan sehingga dapat mengurangi keluhan atau pengaduan nasabah. PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
b. PBI No. 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan yang ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP
c. PBI No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank bertujuan agar diterapkan oleh bank umum untuk mencegah atau meminimalisir risiko yang terkait dengan penyelenggaraan teknologi informasi.
d. PBI No. 16/1/2014 tentang Perlindungan Konsumen, dimana dalam pasal 10 disebutkan bahwa penyelenggara wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas kerugian yang timbul akibat kesalahan pengurus dan pegawai penyelenggara.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
Menyebutkan beberapa kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan yaitu, sebagai berikut:
a. Pasal 25 mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan untuk menjaga keamanan simpanan, dana, atau aset konsumen yang berada dalam tanggung jawab dari pelaku usaha di bidang jasa keuangan.
b. Pasal 27 mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan laporan kepada konsumen mengenai posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, asset, atau kewajiban konsumen dengan akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana yang sesuai dengan perjanjian dengan konsumen.
c. Pasal 29 mengatur tentang kewajiban pelaku usaha di bidang jasa keuangan untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami nasabah, yang ditimbulkan dari kelalaian dan/atau kesalahan, pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
Perlindungan Terhadap Nasabah

Penutup

Perlindungan hukum bagi nasabah juga dapat dibagi berdasarkan ketentuan administratif dan jaminan asuransi deposito. Berdasarkan sistem perbankan Indonesia, perlindungan yang didasarkan atas ketentuan administratif dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu sebagai berikut:

  1. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection): Perlindungan yang diperoleh nasabah melalui pembentukan lembaga yang dapat menjamin simpanan nasabah atau masyarakat yang sesuai dengan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Bank Umum.
  2. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection): Perlindungan yang diberikan kepada nasabah yang berupa pengawasan ataupun pembinaan bank yang dilakukan secara efektif, dengan tujuan untuk menghindari jika bank yang diawasi mengalami kebangkrutan.