Sebelum berbicara mengenai contoh surat gugatan perdata, perlu diketahui bahwa gugatan ada dua jenis, yakni gugatan voluntair dan gugatan kontentiosa (contentiosa atau contentious):[1]
Gugatan voluntair itu bersifat sepihak, yaitu permasalahan yang tidak mengandung sengketa (undisputed matters) untuk diselesaikan di pengadilan, tetapi semata-mata untuk kepentingan pemohon.
Sedangkan gugatan kontentiosa tidak bersifat sepihak, gugatannya lebih mengandung sengketa di antara dua pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan, merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak (between contending parties).
Gugatan kontentiosa inilah yang dimaksud dengan gugatan perdata atau gugatan dalam praktik.[2]
Pasal 118 Ayat (1) HIR menggunakan istilah ”gugatan perdata”, akan tetapi dalam pasal-pasal selanjutnya, disebut ”gugatan” atau ”gugat” (vide Pasal 119, Pasal 120, dan lain-lain), sedangkan dalam Pasal 1 RV menyebut sebagai ”gugatan”.
Sudikno Mertokusumo juga menggunakan istilah ”gugatan”, berupa tuntutan perdata (burgerlijke vordering) tentang hak yang mengandung sengketa dengan pihak lain. R. Subekti juga menggunakan istilah ”gugatan”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan gugatan adalah gugatan yang mengandung sengketa antara para pihak yang berperkara, yang mana pemeriksaan dan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan.[3]
Gugatan Harus Memuat Apa Saja?
HIR/RBG tidaklah mengatur mengenai persyaratan isi pada gugatan.[4] Persyaratan tentang isi gugatan dapat dijumpai dalam Pasal 8 Nomor 3 RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat:[5]
1. Identitas para pihak
Yakni meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, agama, dan tempat tinggal, kewarganegaraan (jika diperlukan). Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas tentang kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat atau tergugat.Perlu digarisbawahi, apabila penggugat salah dalam menulis nama ataupun alamat si tergugat, dapat menimbulkan gugatan tidak dapat diterima atau bisa terjadi subjek yang mengajukan gugatan termasuk yang tidak memenuhi persyaratan undang-undang (error in persona). Hal ini menunjukkan begitu pentingnya identitas dalam gugatan.
Ada beberapa kategori agar dapat disebut error in persona, antara lain karena:
- Penggugat tidak memenuhi alas hak untuk mengajukan gugatan
- Tidak cakap melakukan tindakan hukum karena masih di bawah umur, di bawah perwalian bagi seorang anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya, orang gila/sakit ingatan, dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan;
- Gugatan kurang pihak;
- Kesalahan sasaran pihak yang digugat atau objek gugatan.
2. Posita atau fundamentum petendi
Yaitu alasan-alasan gugatan, serta dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari suatu tuntutan hak. Posita terdiri dari dua bagian:
- Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden) perihal duduk perkaranya;
- Bagian yang menguraikan tentang dasar hukum atas kejadian atau peristiwa (rechtsgronden).
3. Petitum (tuntutan) atau onderwerp van den eis mete en duidelijke ed bepaalde conclusie
Dalam praktik, tuntutan terdiri atas tuntutan primer dan tuntutan subsider.[6]
Primer, antara lain:
- Menghukum tergugat untuk menyerahkan tanah sengketa dalam keadaan baik dan kosong kepada penggugat;
- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas tanah sengketa;
- Menyatakan putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uitvoerbaar bij vorraad) atau dikena juga sebagai putusan serta merta, meskipun timbul perlawanan, banding, atau kasasi.
- Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom), pembayaran uang paksa ini hanya mungkin terhadap perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat yang tidak terdiri dari pembayaran suatu jumlah uang, dan dikenakan setiap hari selama ia tidak memenuhi isi putusan sejak putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Menghukum tergugat membayar bunga (moratoir), apabila tuntutan yang diminta oleh penggugat berupa pembayaran sejumlah uang tertentu, karena lambat memenuhi isi perjanjian dan diperhitungkan sejak diajukan gugatan ke pengadilan;
- Menghukum tergugat untuk memberikan uang nafkah setiap bulan;
- Menghukum tergugat untuk membayar perkara.
Subsider, antara lain:
- Jika majelis hakim berpendapat lain, mohon memberikan putusan yang adil dan benar; atau
- Agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar; atau
- Mohon putusan yang seadil-adilnya.
Adanya tuntutan sekunder, ditujukan apabila tuntutan primer ditolak, maka masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebasan hakim serta berdasarkan keadilan.[7]
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membuat Petitum
Perlu diperhatikan, dalam membuat petitum harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Antara posita dengan petitum harus sinkron, karena posita menjadi dasar dalam mengajukan petitum (tuntutan);[8]
- Antara petitum yang satu dengan yang lainnya tidak boleh bertentangan;
- Orang yang ditetapkan dalam petitum harus sebagai pihak dalam perkara;[9]
- Petitum tidak membingungkan hakim, tuntutan harus jelas dan tegas;[10]
- Petitum tidak boleh berisi perintah untuk tidak berbuat;[11]
- Petitum harus runut dan disusun sesuai dengan poin-poin posita, serta diberi nomor urut.
Formulasi Surat Gugatan
Setidaknya, surat gugatan dalam praktik memiliki perumusan atau formulasi sebagai berikut:[12]
- Judul surat gugatan beserta alamat pengadilan yang dituju;
- Tempat dan tanggal surat gugatan;
- Identitas para pihak;
- Posita atau fundamentum petendi;
- Petitum; dan
- Tanda tangan penggugat.
Penuhi Ini Agar Gugatan Tidak Ditolak atau Dinyatakan Tidak Dapat Diterima
Perlu diketahui dan dipenuhi hal-hal yang harus dipenuhi jika tidak ingin gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, yaitu:[13]
- Gugatan diajukan kepada pengadilan yang berwenang;
- Identitas penggugat dan tergugat harus jelas;
- Objek gugatan harus jelas;
- Pihak penggugat ataupun tergugat harus ada hubungan hukum dengan pokok permasalahan;
- Pihak penggugat ataupun tergugat mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum (handelingsbekwaamheid);
- Dalil-dalil atau posita gugatan harus mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum yang cukup kuat;
- Peristiwa atau permasalahan dalam gugatan belum lampau waktu (kadaluwarsa);
- Peristiwa belum pernah diajukan dan diputuskan oleh pengadilan;
- Jumlah tergugat lengkap, jika tergugat lebih dari satu;
- Pengajuan petitum atau tuntutan harus jelas dan tegas
Contoh Surat Gugatan Wanprestasi
[Download Surat Gugatan Wanprestasi | Google Drive]
Contoh Surat Gugatan PMH
[Download Contoh Surat Gugatan PMH | Google Drive]
Footnote
[1] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), 29.
[2] Viswandro, 30.
[3] Viswandro, 31.
[4] Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 30.
[5] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 32–33.
[6] Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, 30–31.
[7] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 31.
[8] Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 28 K/Sip/1973 (Mahkamah Agung Republik Indonesia 5 November 1975).
[9] Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 216 K/Sip/1974 (Mahkamah Agung Republik Indonesia 27 Maret 1975).
[10] Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 177 K/Sip/1976 (Mahkamah Agung Republik Indonesia 18 Desember 1975).
[11] Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1380 K/Sip/1973 (Mahkamah Agung Republik Indonesia 11 November 1975).
[12] Viswandro, Pembuatan Berkas-berkas Perkara Perdata, 39–48.
[13] Viswandro, 51.