Jadi Korban Kekerasan? Ketahui Prosedur Visum et Repertum

prosedur visum et repertum

05/20/2025

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

Dalam menangani tindak pidana dengan korban luka, keracunan, atau mati, penyidik dapat mengajukan permintaan visum et repertum (VeR). Misalnya untuk kasus-kasus:

  1. Kecelakaan lalu lintas;
  2. Kecelakaan kerja;
  3. Penganiayaan;
  4. Percobaan pembunuhan;
  5. Kekerasan terhadap perempuan;
  6. Kekerasan terhadap anak;
  7. Dugaan malpraktik;
  8. dll.

Lalu apa yang dimaksud dengan visum et repertum? Jika Anda adalah korban, artikel ini dapat membantu dalam memahami prosedur visum et repertum

Definisi Visum et Repertum

Dalam ”Kamus Hukum”, Prof. Subekti[1] menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan visum et repertum adalah:

Surat keterangan seorang dokter jang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan jang telah dilakukannja, misalnja atas majat seorang untuk menetapkan sebab kematian dsb., keterangan mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu perkara.”

Dikarenakan visum berkaitan dengan ilmu kedokteran, maka sudah selazimnya juga menyertakan definisi dari ahli kedokteran. Pada buku yang diterbitkan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,[2] visum et repertum didefinisikan sebagai:

  ”Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dari penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.”

Kedua pendapat dari ahli hukum maupun ahli kedokteran di atas, tak lepas dari apa yang tertulis dalam Pasal 133 Ayat (1) dan (2) KUHAP:[3]

    • Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya;
    • Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Kedudukan Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti di Pengadilan

Pasal 184 Ayat (1) KUHAP menentukan apa-apa saja yang dianggap sebagai alat bukti yang sah:

  1. Keterangan saksi;
  2. Keterangan ahli;
  3. Surat;
  4. Petunjuk; dan
  5. Keterangan terdakwa.

Termasuk dalam kategori apakah visum et repertum? Oktavinda S.[4] menjelaskan, ”Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter. . .”

Begitu pun Nursya A. menjelaskan dalam ”Aspek Hukum Pidana Perdata Kesehatan: UU Nomor 17 Tahun 2023” bahwa[5] visum tergolong sebagai alat bukti surat pada pembuktian pidana sesuai dengan Pasal 187 KUHAP, sedangkan dalam pembuktian perdata, visum et repertum berlaku sebagai alat bukti surat yang autentik sebab memenuhi Pasal 1868 BW yaitu dibuat oleh pejabat umum yang berwenang dan dibuat berdasarkan KUHAP.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa visum et repertum termasuk sebagai alat bukti surat.

Prosedur Pengajuan Visum et Repertum

Prosedur pengajuan visum et repertum adalah sebagai berikut:[6]

  1. Penyidik mengirim korban ke fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani pembuatan visum et repertum;[7]
  2. Surat permintaan visum et repertum diterima oleh rumah sakit;
  3. Korban diperiksa oleh dokter;
  4. Pengetikan visum et repertum oleh petugas administrasi/rekam medis;
  5. Dokter menandatangani visum et repertum yang telah selesai diketik;
  6. Barang bukti yang telah diperiksa diserahkan kembali kepada penyidik;
  7. Penyerahan visum et repertum kepada penyidik.

Singkatnya, jika ingin melakukan ”visum” sebagai alat bukti tindak pidana, maka harus melalui permintaan penyidik. Dengan kata lain, harus ada laporan ke pihak kepolisian terlebih dahulu, baru kemudian pada proses penyidikan akan diajukan permintaan visum et repertum oleh penyidik.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Terkait Prosedur Visum et Repertum

Terdapat hal-hal yang harus diperhatikakan dalam pembuatan visum et repertum:[8]

  1. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP Pasal 133 Ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer dikategorikan sebagai penyidik;
  2. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP Pasal 133 Ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain;
  3. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam KUHAP Pasal 133 Ayat (2);
  4. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli, Pihak lain tidak dapat memintanya.

Visum Langsung Ke Dokter Tanpa Membuat Laporan Polisi Terlebih Dahulu: Apakah Bisa?

Jawaban singkatnya, visum sebagai alat bukti tindak pidana tidak dapat diajukan oleh korban secara langsung ke dokter, melainkan hanya oleh penyidik.

Semisal korban langsung datang ke rumah sakit, dokter atau pihak rumah sakit pasti akan mengarahkan korban/keluarga untuk membuat laporan terlebih dahulu ke pihak kepolisian.

Walaupun bukan sebuah keharusan agar pelaku dapat dipidana, visum et repertum merupakan salah satu bukti kuat yang dapat diandalkan oleh penegak hukum, terutama saat perkara masuk ke ranah pengadilan.

Footnote

[1] Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 1969), 93.

[2] Oktavinda Safitry, Mudah Membuat Visum Et Repertum Kasus Luka (Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016), 2.

[3] “Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 § (1981), ctt. Pasal 133 Ayat (1) dan (2).

[4] Oktavinda Safitry, Mudah Membuat Visum Et Repertum Kasus Luka, 2–3.

[5] Nursya A., Aspek Hukum Pidana Perdata Kesehatan: Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 (Yogyakarta: Putra Surya Santosa, 2023), 74–75.

[6] Dedi Afandi, Visum et Repertum: Tata Laksana dan Teknik Pembuatan (Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2017), 8.

[7] Dies Puji Ramadhani dan Ida Sugiarti, “Prosedur dan Jenis Permintaan Visum et Repertum di Rumah Sakit: Literature Review,” Indonesian of Health Information Management Journal (INOHIM) 9, no. 2 (Desember 2021): 111, https://doi.org/10.47007/inohim.v9i2.302.

[8] Dedi Afandi, Visum et Repertum: Tata Laksana dan Teknik Pembuatan, 8.