Solusi Gugatan Wanprestasi Atas Implementasi Perjanjian yang Tidak Sesuai

gugatan wanprestasi atas implementasi perjanjian yang tidak sesuai

04/18/2024

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

Pertanyaan:

Saya ingin bertanya mengenai hutang, bagaimana hukumnya jika ada perjanjian dalam mou berupa kontrak sekian tahun, dan bila kita tidak menyelesaikan masa kontrak maka akan dihitung sebagai denda/bulan. Akan tetapi pihak tersebut tidak memenuhi kewajiban yg sudah dijanjikan diawal?

Terkait gugatan wanprestasi atas implementasi perjanjian yang tidak sesuai, masih berkaitan dengan pada artikel sebelumnya dengan judul artikel Begini Cara Membuat Perjanjian Pra Nikah

Pada dasarnya perlu dipahami terlebih dahulu mengenai asas kebebasan berkontrak, yang tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”

Pentingnya Asas Perjanjian dalam Gugatan Wanprestasi Atas Implementasi Perjanjian yang Tidak Sesuai

Memorandum  of  Understanding (selanjutnya  disingkat  MoU)  merupakan  nota  kesepahaman atau kesepakatan awal yang dibuat oleh para pihak yang akan membuat suatu perjanjian. Pengaturan tentang MoU tidak terdapat dalam Buku III KUHPerdata, namun dewasa ini dalam praktik di Indonesia telah  banyak  para  pihak  yang  membuat  MoU  dalam  rangka  membuat  suatu  perjanjian. Maraknya pembuatan MoU di Indonesia, merupakan bukti adanya pengaruh Sistem Hukum Common Law dalam praktik pembuatan perjanjian.

Subekti  menjelaskan  bahwa  istilah  kontrak  mempunyai  pengertian  lebih  sempit  daripada perjanjian karena kontrak ditujukan kepada perjanjian yang tertulis. Selain memberikan pengertian mengenai  apa  itu  perjanjian,di  dalam  Buku  III  KUH  Perdata  dikenal  pula  asas  hukum  dalam  bidang perjanjian yaitu asas konsesualisme, asas pacta sunt servanda, asas kebebasan berkontrak, asas iktikad baik dan asas kepribadian.

Berdasarkan isi Pasal 1338 KUH Perdata, terdapat 3 asas hukum perdata, yaitu:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit/tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, di antaranya yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk:

  1. menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya;
  2. menentukan objek perjanjian;
  3. menentukan bentuk perjanjian;
  4. menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

2. Asas Pacta Sunt Servanda

Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, menjadi dasar bagi asas pacta sunt servanda.

Pacta sunt servanda memiliki arti kesepakatan yang telah disepakati selanjutnya berlaku sebagai undang-undang yang mengatur. Asas ini mengatur bahwa kesepakatan harus dijalankan sampai ditepati oleh kedua belah pihak. Artinya, setiap persetujuan atau perjanjian memiliki kekuatan hukum memaksa dan mengikat para pihak. Asas ini mengatur bahwa kesepakatan harus dijalankan sampai ditepati oleh kedua belah pihak. Artinya, setiap persetujuan atau perjanjian memiliki kekuatan hukum memaksa dan mengikat para pihak.

3. Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik atau good faith tercermin dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan “Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.

  1. Arti objektif, bahwa perjanjian yang dibuat harus dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
  2. Arti subjektif, yaitu pengertian iktikad baik yang terletak dalam sikap batin seseorang. Artinya, bagi para pihak dalam perjanjian terdapat suatu keharusan untuk tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal sehat, yaitu tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan, sehingga dapat menimbulkan keadilan bagi kedua belah pihak dan tidak merugikan salah satu pihak.

Asas iktikad baik juga dapat diartikan bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi selengkap-lengkapnya yang dapat mempengaruhi keputusan pihak lain dalam hal menyepakati atau tidak menyepakati perjanjian tersebut.

Bagaimana Membuat Kontrak yang Baik

Pada  umumnya  untuk  melakukan  suatu  kontrak  dengan  baik,  diperlukan  beberapa  tahapan sejak  persiapan  sampai  pelaksanaan  isi  kontrak.  Tahapan  tersebut  penting  terutama  untuk  kontrak yang  bernilai  sangat  tinggi atau  beresiko  besar.  Sedangkan  untuk  kontrak  yang sederhana,  tahapan tersebut  tidak  begitu  penting  untuk  diperhatikan.  Akan  tetapi  seluruh tahapan  tersebut  harus dilaksanakan dengan suatu iktikad baik dari para pihak yang membuatnya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

  1. Tahap pra  kontraktual,  yaitu  para  pihak  akan  mengikatkan  diri  dalam  kontrak  pada  umumnya melakukan proses tawar menawar (bargaining process). Salah satu pihak memberikan penawaran (offer) sedang pihak yang lan akan memberikan penerimaaan (acceptance) manakala ia menerima syarat-syarat  yang  diajukan  oleh  pihak    Lazim  juga  proses  ini  disebut  sebagai  proses negosiasi untuk menuju terciptanya kata sepakat (mutual consent).
  2. Tahap Kontraktual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. Pada tahap ini juga terdapat kewajiban hukum atas iktikad baik yang akan ditandatangani yang biasa disebut “the obligation to exercise due diligence”.
  3. Tahap Pelaksanaan Kontrak, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Penting untuk diketahui bahwasannya apa yang telah disepakati dan dituangkan dalam suatu perjanjian tidak melanggar Pasal 1337 KUHPer yang menyatakan bahwa suatu sebab yang terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum. Kemudian, semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1338 KUHPer.

Selanjutnya, ditegaskan dalam Pasal 1234 KUHPer bahwa substansi dari kontrak pada umumnya berisi tiga bentuk, yaitu:

  1. untuk memberikan sesuatu;
  2. untuk berbuat sesuatu; atau
  3. untuk tidak berbuat sesuatu.

Dengan demikian, prestasi yang telah mengikat para pihak harus sepenuhnya dilandasi dengan iktikad baik untuk melaksanakan kewajiban tersebut sampai tuntas.

Wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda, “wanprestatie” yang artinya prestasi buruk atau cidera janji, yaitu suatu kondisi tidak terlaksananya prestasi akibat kesalahan debitur yang dikarenakan kesengajaan atau kelalaiannya. Dalam Bahasa Inggris, wanprestasi disebut breach of contract, yang berarti tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak.

Pengertian wanprestasi di atas sejalan dengan Pasal 1238 KUHPer yang menyebutkan:

Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan

Kapan Seseorang Dinyatakan Melanggar Kontrak (Wanprestasi)

Debitur atau pihak yang terikat dalam suatu perjanjian dapat dikatakan melakukan bentuk wanprestasi manakala:

  1. tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan;
  2. memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana mestinya;
  3. memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan; dan
  4. melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang telah disepakati.

Adapun gugatan wanprestasi adalah gugatan yang pada pokok perkaranya mengenai wanprestasi dimana harus adanya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perikatan yang disepakati. Alasan dari mengapa debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya, pertama karena kesalahan debitur atas kesengajaan atau kelalaiannya, serta disebabkan keadaan yang memaksa atau force majure.

Yang Perlu Diperhatikan dalam Membuat Gugatan Wanprestasi

Formulasi dari surat gugatan wanprestasi sendiri perlu diperhatikan dalam pembuatan rumusan gugatan sebagai persyaratan formil. Agar tidak ada cacat formil, berikut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam surat gugatan wanprestasi:

  1. surat gugatan diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan kompetensi relatifnya sesuai dengan Pasal 118 HIR mengenai kewenangan relatif;
  2. penandatanganan surat gugatan oleh penggugat ataupun kuasanya;
  3. pencantuman identitas para pihak;
  4. futendem putendi atau posita; dan
  5. petitum gugatan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat

Referensi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Harry Purwanto. Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Internasional. Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No. 1, 2009.

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (Cet. 4). Jakarta: Prenada media Group, 2014.

Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2018;

I Gede Krisna Wahyu Wijaya dan Nyoman Satyayudha Dananjaya. Penerapan Asas Iktikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Online. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 6, No. 8, 2018.

Ronald Fadly Sopamena. Kekuatan Hukum MoU dari Segi Hukum Perjanjian. Jurnal Batulis, Civil Law Review, Vol. 2, No. 1, 2021.

Muhammad Farhan Gayo dan Heru Sugiyono. Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Sewa Menyewa Ruang Usaha. JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8, No. 3, 2021.