Dalam hal pemberian kredit atau pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah, bank wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 10 Tahun 1998, yaitu;
Ayat (1):
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Ayat (2):
Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Berkaitan dengan hal itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh lembaga bank dalam hal pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut:
- Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.
- Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang teliti terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.
- Kewajiban bank dalam menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
- Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
- Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan/atau pihak-pihak yang terafiliasi.
- Penyelesaian sengketa.
Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih daripada itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.
Uraian Formula 4P
- Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha atau membangun bisnis, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.
- Selain daripada kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga wajib mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.
- Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya, apakah usaha yang akan dibangun atau dijalankan oleh pemohon kredit. Kemudian apakah dalam usahanya mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
- Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.
Uraian Formula 5C
- Bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha yang sejenis.
- Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu untuk melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk pendekatan, misalnya pendekatan materiel, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada umumnya untuk menilai capacity seorang berdasarkan pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.
- Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini bukanlah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.
- Adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengamanan (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet . jaminan ini diharapkan mampu untuk melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.
- Condition of Economy. Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.
Penutup
Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit di atas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu:
- Prinsip Kepercayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
- Prinsip Kehati-Hatian. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk dalam kegiatan pemberian kredit kepada nasabah debitur harus berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini di antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan iktikat baik terhadap semua bentuk persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.