Begini Cara Membuat Perjanjian Pra Nikah

cara membuat perjanjian pra nikah

04/03/2024

Seluruh isi artikel yang tersedia di TanyaLawyer dibuat semata-mata untuk tujuan edukasi guna meningkatkan literasi hukum masyarakat dan bersifat umum. Jika Anda memerlukan nasihat yang lebih spesifik mengenai pertanyaan/permasalahan hukum Anda, silakan lakukan konsultasi secara langsung.

Pertanyaan:

1. bagaimana cara membuat perjanjian pra nikah dan dokumen apa saja yg diperlukan?

2. seberapa kuat sebuah perjanjian atau kesepakatan yg hanya ditulis di kertas dan diberi materai, di mata hukum?

Pada dasarnya, asas kebebasan berkontrak tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”

Memorandum  of  Understanding (selanjutnya  disingkat  MoU)  merupakan  nota  kesepahaman atau kesepakatan awal yang dibuat oleh para pihak yang akan membuat suatu perjanjian. Pengaturan tentang MoU tidak terdapat dalam Buku III KUHPerdata, namun dewasa ini dalam praktik di Indonesia telah  banyak  para  pihak  yang  membuat  MoU  dalam  rangka  membuat  suatu  perjanjian. Maraknya pembuatan MoU di Indonesia, merupakan bukti adanya pengaruh Sistem Hukum Common Lawdalam praktik pembuatan perjanjian.

Subekti  menjelaskan  bahwa  istilah  kontrak  mempunyai  pengertian  lebih  sempit  daripada perjanjian karena kontrak ditujukan kepada perjanjian yang tertulis. Selain memberikan pengertian mengenai  apa  itu  perjanjian,di  dalam  Buku  III  KUH  Perdata  dikenal  pula  asas  hukum  dalam  bidang perjanjian yaitu asas konsesualisme, asas pacta sunt servanda, asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik dan asas kepribadian.

Berdasarkan isi Pasal 1338 KUH Perdata, terdapat 3 asas hukum perdata, yaitu:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit/tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, di antaranya yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk:

  1. menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya;
  2. menentukan objek perjanjian;
  3. menentukan bentuk perjanjian;
  4. menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).
  5. Asas Pacta Sunt Servanda

Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, menjadi dasar bagi asas pacta sunt servanda. Pacta sunt servanda memiliki arti kesepakatan yang telah disepakati selanjutnya berlaku sebagai undang-undang yang mengatur. Asas ini mengatur bahwa kesepakatan harus dijalankan sampai ditepati oleh kedua belah pihak. Artinya, setiap persetujuan atau perjanjian memiliki kekuatan hukum memaksa dan mengikat para pihak. Asas ini mengatur bahwa kesepakatan harus dijalankan sampai ditepati oleh kedua belah pihak. Artinya, setiap persetujuan atau perjanjian memiliki kekuatan hukum memaksa dan mengikat para pihak.

2. Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik atau good faith tercermin dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan “Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.

  1. Arti objektif, bahwa perjanjian yang dibuat harus dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
  2. Arti subjektif, yaitu pengertian iktikad baik yang terletak dalam sikap batin seseorang. Artinya, bagi para pihak dalam perjanjian terdapat suatu keharusan untuk tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal sehat, yaitu tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan kesusilaan, sehingga dapat menimbulkan keadilan bagi kedua belah pihak dan tidak merugikan salah satu pihak.

Asas iktikad baik juga dapat diartikan bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi selengkap-lengkapnya yang dapat mempengaruhi keputusan pihak lain dalam hal menyepakati atau tidak menyepakati perjanjian tersebut.

Cara Membuat Perjanjian Pra Nikah: Tahapan-tahapannya

Pada  umumnya  untuk  melakukan  suatu  kontrak  dengan  baik,  diperlukan  beberapa  tahapan sejak  persiapan  sampai  pelaksanaan  isi  kontrak.  Tahapan  tersebut  penting  terutama  untuk  kontrak yang  bernilai  sangat  tinggi atau  beresiko  besar.  Sedangkan  untuk  kontrak  yang sederhana,  tahapan tersebut  tidak  begitu  penting  untuk  diperhatikan.  Akan  tetapi  keseluruh  tahapan  tersebut  harus dilaksanakan dengan suatu itikad baik dari para pihak yang membuatnya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

  1. Tahap pra  kontraktual,  yaitu  para  pihak  akan  mengikatkan  diri  dalam  kontrak  pada  umumnya melakukan proses tawar menawar (bargaining process). Salah satu pihak memberikan penawaran (offer) sedang pihak yang lan akan memberikan penerimaaan (acceptance) manakala ia menerima syarat-syarat  yang  diajukan  oleh  pihak    Lazim  juga  proses  ini  disebut  sebagai  proses negosiasi untuk menuju terciptanya kata sepakat (mutual consent).
  2. Tahap Kontraktual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. Pada tahap ini juga terdapat kewajiban hukum atas itikad baik yang akan ditandatangani yang biasa disebut “the obligation to exercise due diligence”.
  3. Tahap Pelaksanaan Kontrak, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Perjanjian Perkawinan adalah Perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) orang calon pasangan suami-isteri pada saat atau sebelum perkawinan dilakukan, untuk mengatur akibat-akibat perkawinan yang menyangkut harta kekayaan. This is especially true for couples in which one of the spouses is a citizen of another country. Akibat hukum dari Perjanjian Perkawinan adalah terikatnya para pihak selama mereka berada dalam suatu ikatan perkawinan. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa:

  1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut
  2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan, bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan
  3. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
  4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali jika dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga

Isi Perjanjian Perkawinan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

  1. Perjanjian Perkawinan dengan Persatuan Untung-Rugi (Pasal 155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
  2. Perjanjian Perkawinan dengan Persatuan Hasil dan Pendapatan (Pasal 164 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
  3. Perjanjian Perkawinan-Peniadaan terhadap setiap kebersamaan harta kekayaan (pisah harta sama sekali)

Perjanjian Perkawinan wajib didaftarkan pada instansi yang telah ditentukan untuk memenuhi unsur publisitas. Pentingnya pendaftaran ini adalah untuk memberikan perlindungan  hukum yang kuat kepada pihak yang didaftarkan dan memastikan pihak ketiga yang terlibat mengetahui dan menaati perjanjian perkawinan tersebut. Misalnya, jika seorang suami atau istri  menggunakan perjanjian pranikah ini untuk membeli atau menjual sesuatu, maka perjanjian  akan mengikat mereka pada tindakan hukum apa pun yang mereka lakukan.

Apabila Perjanjian Perkawinan tidak didaftarkan, maka perjanjian ini hanya akan mengikat dan berlaku terhadap para pihak yang membuatnya (suami istri). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih dan dalam Pasal 1340 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.

Pencatatan / Pendaftaran Perjanjian Perkawinan untuk suami-isteri yang beragama Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat atau di KUA perkawinan dicatatkan. Pencatatan dan Pendaftaran untuk suami-isteri yang beragama Non-Islam dilakukan di Kantor Catatan Sipil. Perjanjian Perkawinan pada dasarnya yang sudah dibuat tidak dapat dirubah selama perkawinan berlangsung, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tersebut tidak merugikan pihak ketiga, sebagaimana bunyi Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu “Selama perkawinan dilangsungkan perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.”

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak diatur mengenai peraturan tentang pembuatan Perjanjian Kawin setelah perkawinan dilangsungkan. Ketentuan dalam Undang-Undang tersebut hanya mengatur Perjanjian Kawin yang dibuat sebelum atau pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa:

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Urgensi dilakukannya perjanjian pranikah bagi Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Indonesia adalah membantu untuk kedepannya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya perceraian. Dengan adanya Prenup tersebut, maka akan menjadi jelas dan mudah tanpa harus berkecimpung dalam masalah terutama harta gono gini dan masalah lainnya, karena sudah adanya kesepatan yang jelas dan mempunyai kekuatan hukum.

Referensi:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Soetojo Prawirohamidjojo, R., Soebijono Tjitrowinoto. Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, 1986.

Harry Purwanto. Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Internasional. Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No. 1, 2009.

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (Cet. 4). Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

I Gede Krisna Wahyu Wijaya dan Nyoman Satyayudha Dananjaya. Penerapan Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Online. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 6, No. 8, 2018.

Ronald Fadly Sopamena. Kekuatan Hukum MoU dari Segi Hukum Perjanjian. Jurnal Batulis, Civil Law Review, Vol. 2, No. 1, 2021.

Muhammad Farhan Gayo dan Heru Sugiyono. Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Sewa Menyewa Ruang Usaha. JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, Vol. 8, No. 3, 2021.